Hubungan Rock Quality Designation Terhadap Litologi
dan Alterasi: Studi
Kasus Pit Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara, NTB
Ulfi Rizki Fitria
rizkiulfi@gmail.com
Eksplorasi Tambang, Institut Teknologi dan Sains Bandung
ABSTRAK
Pit Batu Hijau adalah deposit mineralisasi tipe
porphyry Cu-Au yang terletak di Sumbawa Baratdaya. Jenis batuan yang terdapat
pada Pit Batu Hijau terdiri dari beberapa batuan intrusi yang menerobos satuan
batuan vulkanik yang tersusun
oleh diorit dan tonalit. Alterasi yang terdapat pada lokasi ini terdiri dari parsial biotit, biotit sekunder, pale green mica
(PGM), dan epidot klorit. Bidang diskontinuitas seperti
rekahan akan memberikan pengaruh terhadap kondisi massa batuan. RQD adalah parameter kuantitatif yang menunjukkan
intensitas rekahan. Pada studi ini, data
RQD diperoleh dari pengukuran terhadap batuan inti pengeboran. Daerah
penelitian terbagi menjadi dua section yakni section utara-selatan dan section barat-timur
dengan jumlah 13 titik bor penelitian. Perubahan komposisi mineral karena
adanya alterasi menghasilkan mineral clay dan kuarsa yang dapat mempengaruhi intensitas
rekahan. RQD terbesar berada pada litologi young tonalit serta alterasi parsial
biotit. Model geologi dan analisa statistik dibuat untuk menganalisa hubungan
keduanya. Diperoleh keterangan urutan nilai RQD dari terendah sampai tertinggi pada litologi berhubungan dengan
stratigrafi satuan batuan dari tertua sampai termuda dan semakin menuju keluar
dari zona alterasi dan litologi nilai RQD memiliki presentasi semakin kecil.
Kata-kata kunci: Batu
Hijau, alterasi, litologi, RQD, model geologi
I. LATAR BELAKANG
Deposit porfiri Cu-Au Pit
Batu Hijau terletak di Kecamatan
Jereweh, Kabupaten Sumbawa,
Propinsi Nusa Tenggara
Barat, Indonesia. Secara geografis
lokasi penelitian berada pada 08° 57’55"
LS dan 116°
52' 21" BT. Kegiatan
utama tambang terbuka yaitu pengupasan lapisan tanah penutup, pemboran, peledakan,
pemuatan, dan pengangkutan. Kegiatan pemboran bertujuan untuk mendapatkan
data-data geologi di bawah permukaan. Dari
kegiatan tersebut maka dapat
diidentifikasi persebaran litologi, zona alterasi, zona mineralisasi
dan kondisi massa batuan yang berkembang
melalui logging geology ataupun logging geoteknik. Pada kegiatan logging geoteknik diperoleh data nilai Rock Quality Designation (RQD) sebagai parameter yang menunjukkan
kuantitas intensitas rekahan yang digunakan sebagai salahsatu faktor penentu
geometri peledakan maupun perencanaan desain pengolahan pada mill Batu Hijau. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menunjukkan hubungan antara
litologi dan alterasi batuan terhadap nilai Rock Quality Designation
(RQD).
II. GEOLOGI BATU
HIJAU
Berdasarkan proses mineralisasi, batuan di Pit Batu Hijau dapat dibedakan menjadi 2
(dua), yaitu batuan pra-mineralisasi dan batuan host mineralisasi. Batuan pra-mineralisasi mendominasi penyebaran
litologi di area penambangan, yang terdiri atas batuan vulkanik, intrusi
andesit, dan intrusi diorit. Batuan yang berperan dalam mineralisasi (host mineralisasi) tersusun atas batuan
intrusi tonalit. Batuan pra-mineralisasi di
Pit Batu Hijau berumur pertengahan Miosen Awal hingga pertengahan Pliosen
Awal, sedangkan batuan host-mineralisasi
berumur pertengahan Pliosen Tengah (Garwin, 2002).
Gambar 1. Foto inti
batuan (core) yang menunjukkan (i) kiri atas: litologi vulkanik, (ii) kanan
atas: diorit, (iii) kiri bawah: intermediet tonalit, (iv) kanan bawah: young tonalit
III.
LOKASI DAN METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian berada pada area penambangan PT. Newmont
Nusa Tenggara. Dengan morfologi
yang bukan bentukan aslinya, namun sisa morfologi bentukan asli
yang masih terlihat ditandai dengan kerapatan dan bentuk
penyebaran kontur pada
peta topografi. Lokasi penelitian
adalah lembah atau depresi buatan yang diakibatkan karena hasil penambangan yang disebut dengan Pit Batu Hijau. Daerah penelitian telah mengalami proses ubahan yang
intensif, hal ini dicirikan dengan singkapan yang umumnya telah terubahkan.
Gambar 2. Kenampakan Pit Batu Hijau dari arah baratdaya, 2011
(Garwin, 2013)
Lokasi
penelitian berada pada section
000 (arah utara-selatan) dan section
090 (arah barat-timur) Pit Batu
Hijau. Penentuan lokasi ini didasarkan pada banyaknya titik bor yang menembus
litologi pada pit seperti pada gambar
berikut.
Gambar
3. Peta situasi lubang bor penelitian
Data yang digunakan dalam studi ini berupa data
domain litologi, domain alterasi, serta data pengukuran RQD pada interval run bor hasil logging geology dan geoteknik. Analisa secara kuantitatif dilakukan
menggunakan perangkat lunak R, sedangkan pemodelan geologi disajikan dalam bentuk
section menggunakan perangkat lunak Stone.
IV.DISKUSI
DAN PEMBAHASAN
RQD diukur pada inti batuan yang memiliki panjang lebih dari 10
cm utuh. Data RQD disajikan dalam bentuk persentase, yaitu perbandingan panjang
inti yang lebih dari 10 cm terhadap panjang 1 run bor. Data
RQD ini kemudian dianalisa secara analisa statistik diskriptif dan untuk melihat sebaran
nilainya dibuatlah model geologi nilai RQD pada setiap titik bor
berdasarkan batas domain litologi yang ada sehingga dapat dilihat hubungannya
terhadap kondisi litologi batuan.
IV.1 Hubungan nilai RQD terhadap litologi
Dari data pengukuran
tersebut dapat dibuat analisa statistik dan grafik hubungan nilai RQD terhadap
litologi. Basis data yang digunakan dalam studi ini adalah data pemboran yang
telah diverifikasi dan diolah dengan menggunakan teknik komposit. Analisa
statistik diskriptif dilakukan per litologi tanpa mempertimbangkan faktor
posisi dari data-data tersebut.
Tabel 1. Hasil analisa statistik deskriptif nilai RQD per litologi
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai
RQD pada litologi berurutan dari nilai terendah sampai tertinggi adalah
vulkanik, diorit, intermediet tonalit, dan young
tonalit.
Sedangkan
untuk melihat perbandingan nilai RQD dari keseluruhan litologi maka dilakukan
analisa statistik menggunakan perangkat lunak R. Perangkat lunak R adalah salah
satu paket statistika yang dimanfaatkan untuk analisis data yang membutuhkan
ilustrasi grafik yang cukup komplek dan data yang besar. Dapat dilihat hasil
dari analisa statistik software R
berupa boxplot seperti yang ada pada gambar berikut.
Gambar 4. Nilai RQD pada setiap domain
litologi (data logging)
Rekahan
pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses tektonik maupun non tektonik.
Proses tektonik berupa intrusi yang diikuti dengan proses ubahan mineral atau
alterasi mempengaruhi intensitas rekahan yang ada. Dari proses intrusi, batuan vulkanik merupakan
satuan tertua pada daerah penelitian yang diterobos oleh intrusi diorit dan
tonalit, proses naiknya intrusi menekan batuan samping sehingga frekuensi
rekahan pada litologi vulkanik lebih banyak yang membuat nilai RQD pada
litologi vulkanik paling rendah. Nilai RQD paling tinggi adalah pada litologi young tonalit, litologi ini
merupakan intrusi terakhir pada Pit Batu Hijau, litologi young tonalit menunjukkan rekahan yang lebih sedikit dibandingkan
litologi lainnya, sehingga memiliki nilai RQD paling tinggi. Proses non-tektonik
seperti pelapukan juga mempengaruhi nilai RQD sehingga pada bagian yang lebih
dekat dengan permukaan menunjukkan nilai RQD yang kecil. Intrusi intermediet tonalit yang merupakan
satuan pembawa mineralisasi yang menerobos semua satuan batuan yang lebih tua
membuat zona alterasi mulai terbentuk.
Gambar 5. Penampang
nilai RQD pada litologi section 000
Gambar 6.
Penampang nilai RQD pada litologi section
090
IV.2 Hubungan nilai RQD terhadap alterasi
Geologi Pit
Batu Hijau dapat dijelaskan secara geokronologi mengalami
beberapa kali proses intrusi.
Selanjutnya, larutan hidrotermal hadir dan mengisi rekahan-rekahan yang
terbentuk akibat zona sesar yang kemudian membentuk zona alterasi porfiri
dengan urutan pembentukannya adalah potasik, propilitik, filik, serta kemudian ketika air meteorik ikut berperan, menciptakan
alterasi argilik
yang umum terdapat di bagian atas dekat permukaan.
Tabel 2. Tabel
tipe-tipe alterasi Pit Batu HIjau dan
padanannya didalam domain geoteknik
Tipe alterasi
|
Mineralogi
|
Domain Geoteknik
|
Potasik
|
Kuarsa, biotit, K-felspar, klorit
|
Parsial Biotit
|
Kuarsa, magnetit, , kalsit,
anhidrit, dan K-feldspar
|
Biotit Sekunder
|
|
Filik
|
Serisit-kuarsa(dominan), illit, klorit
|
Pale green mica (PGM)
|
Propilitik
|
Klorit, epidot, clay (minor)
|
Klorit-epidot
|
Argilik
|
lempung,serisit, andalusit, dan piropilit
|
Feldspar destruktif
|
Gambar 7. Domain alterasi pada section 000
Gambar 8. Domain
alterasi pada section 090
Mineralisasi terjadi ketika
fluida hidrotermal bermigrasi naik
melalui rekahan dan sistem kekar yang ditimbulkan akibat pergerakan naiknya
magma serta zona patahan, yang itu kemudian
menjadi jalinan urat-urat kuarsa (stockwork) dan mengalterasi
sekitarnya. Kondisi
ini membuat
air meteorik masuk ke level lebih dalam dan menyebabkan terubahnya mineral
alterasi pale green mica (PGM) dan hancuran feldspar menjadi zona dengan bidang rekahan
yang intensif.
Tabel 3. Hasil analisa
statistik deskriptif nilai RQD per
alterasi
Gambar 9 berikut menunjukkan grafik plot RQD yang
di-assign ke model blok alterasi menggunakan analisa satatistik
perangkat lunak R.
Gambar 9. Nilai RQD pada
setiap domain alterasi (data logging)
Proses
ubahan mineral atau alterasi
mempengaruhi nilai RQD. Pada litologi tonalit domain alterasi berupa alterasi
biotit sekunder dan parsial biotit. Proses alterasi berupa silisifikasi yakni
proses presipitasi dari larutan hidrotermal kaya silika membuat rekahan terisi
oleh mineral silika yang mengubah mineral-mineral asli batuan menjadi kuarsa
serta plagioklas yang terubah menjadi K-feldspar membuat batuan lebih resisten/kuat
selama tidak berada pada zona gerusan dan patahan.
Pada alterasi
epidot-klorit menunjukkan nilai RQD yang besar karena sampel yang diteliti merupakan
batas terluar dari sistem mineralisasi dan jauh dari permukaan dan tubuh intrusi
sehingga intensitas rekahan tidak intens pada zona tersebut. Sedangkan pada
alterasi pale green mica (PGM) “intrusi” larutan asam dari teroksidasinya mineral sulfida
ditambah dengan intensitas pelapukan menyebabkan komposisi utama batuan yaitu
plagioklas (feldspar) terubah secara signifikan menjadi clay, dalam hal
ini kaolinit dan ilit, serta serisit. Hal ini membuat batuan menjadi kurang
resisten sehingga rekahanpun lebih intens pada zona ini dan membuat nilai
RQD rendah pada domain ini.
V.KESIMPULAN
Geologi Pit Batu
Hijau dapat dijelaskan secara geokronologi mengalami beberapa kali proses
intrusi. Selanjutnya, larutan hidrotermal hadir dan mengisi rekahan-rekahan
yang terbentuk akibat zona sesar yang kemudian membentuk zona alterasi porfiri
dengan urutan pembentukannya adalah potasik, propilitik, filik, serta kemudian ketika air meteorik ikut berperan,
menciptakan alterasi argilik yang umum
terdapat di bagian atas dekat permukaan. Proses naiknya intrusi dan alterasi
ini mempengaruhi intensitas rekahan yang ada. Dari diskusi dan pembahasan
diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Urutan nilai Rock Quality Designation (RQD) dari terendah sampai
tertinggi pada litologi berhubungan dengan stratigrafi satuan batuan dari tertua sampai termuda yakni vulkanik, diorit,
tonalit intermediet, dan young tonalit yang dipengaruhi oleh proses kejadian intrusi, proses tersebut memberikan tekanan pada batuan samping yang memberikan efek rekahan pada batuan yang diterobos.
2.
Ukuran butir dan komposisi penyusun batuan juga menjadi salah satu faktor penyebab besar kecilnya nilai RQD, pada batuan intrusif mempunyai ukuran butir relatif lebih
besar dan
mempunyai
ikatan antar butir yang baik demikian juga dengan kandungan kuarsa pada litologi tonalit membuat nilai RQD pada batuan ini lebih besar.
3.
Proses ubahan mineral (alterasi) memiliki
pengaruh terhadap
intensitas rekahan. proses ubahan mineral berupa silisifikasi
yakni proses
presipitasi dari larutan hidrotermal
kaya silika membuat rekahan-rekahan terisi oleh mineral silika sedangkan ketika air meteorik ikut berperan dan menciptakan
alterasi argilik yang
umum terdapat di bagian atas dekat permukaan akan menurunkan kekuatan massa batuan yang membuat rekahan lebih mudah terjadi.
4.
Proses non-tektonik seperti
pelapukan juga memberikan pengaruh terhadap deformasi
batuan sehingga pada bagian yang lebih dekat dengan
permukaan menunjukkan nilai RQD yang rendah.
VI.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kepada Bapak Syafrizal, Bapak Andyono, Bapak Eddy Priowasono, atas diskusi dalam penyusunan makalah ini serta kepada pimpinan dan seluruh staf di Departement Geologi PT. Newmont Nusa Tenggara yang telah memberikan ijin penulisan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Bieniawski Z. T., 1990, TUNNEL DESIGN BY ROCK MASS CLASSIFICATIONS .[Report] Department of Mineral Engineering: Pennsylvania
State University. - University Park, Pennsylvania.
Dedy Hendrawan, Ndaru Cahyono, dan Gayuh Putranto., 2015, Pengaruh alterasi batuan terhadap kekuatan batuan: studi
kasus prospek porfiri Cu-Au Sungai Mak,Gorontalo,Indonesia:
Konferensi WSNG III, Jakarta .
Deere., The Rock Quality Designation (RQD) in Practice.
Garwin SL., 2002, The geologic setting of intrusion-realted hydrothermal
systems near the Batu Hijau porphyry copper–gold deposit, Sumbawa, Indonesia. Society
of Economic Geologists, Spec. Publ. no. 9, Littleton Colorado, pp 333–366.
Prana Ugiana Gio dan Dasapta
Erwin Irawan., 2016, Belajar
statistika dengan R. Medan :
USU press.
Komentar
Posting Komentar